EVALUASI HASIL BELAJAR MENGAJAR

A.    Pendahuluan

Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan sebuah proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan mengetahui sampai sejauh mana penyampaian pembelajaran atau tujuan pendidikan atau sebuah program dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dan pekerjaan mengevaluasi mempunyai prosedur tersendiri meskipun perlu untuk ditekankan, bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai suatu proses yang kontinu. Suatu kontinous proses yang tidak terputus-putus, tetapi ada gunanya juga mengetahui prosedur apa sajakah yang merupakan titik-titik penghubung dari proses yang bersifat kontinu tadi.

Secara umum langkah-langkah pokok evaluasi pendidikan meliputi tiga kegiatan utama yaitu:

  1. Persiapan
  2. Pelaksanaan
  3. Pengolahan hasil

Ketiga langkah tersebut dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang lebih operasional meliputi:

  1. Perencanaan
  2. Pengumpulan data
  3. Persifikasi data
  4. Pengolahan data
  5. Penafsiran data (Muchrtar Buchori, 1980: 21)

Dan kelima langkah di atas akan pemakalah bahas di pembahasan.

B.     Pembahasan

1.      Langkah Perencanaan

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. (http://jackbana.blogspot.com/ diakses pada tanggal 21 desember 2009).

Dalam langkah perencanaan evaluasi hal-hal yang dilakukan mencakup:

  1. perumusan tujuan evaluasi
  2. penetapan aspek-aspek yang akan diukur
  3. menetapkan metode dan bentuk tes
  4. merencanakan waktu evaluasi
  5. melakukan uji coba tes untuk mengukur validitas dan reabilitasnya sebelum digunakan. (M. Chabib Thoha, 1996:18-19).

Dalam langkah perencanaan ini perlu kita lakukan segenap langkah pendahuluan yang dapat kita temukan, misalnya: penyusunan jadwal untuk waktu-waktu pengumpulan data, mempersiapkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, menentukan jenis-jenis data yang harus dikumpulkan, menentukan jenis-jenis pengolahan data yang akan dikerjakan dll. ( Daryanto, 1999: 128)

Sukses yang akan dicapai oleh suatu program evaluasi telah turut ditentukan oleh memadai atau tidaknya langkah-langkah yang dilaksanakan dalam perencanaan ini. Yang dapat kita lakukan dalam taraf perencanaan ini ialah soal-soal yang berhubungan dengan pertanyaan untuk evaluasi yang akan dipergunakan kemudian. Yang paling penting kita lakukan dalam taraf perencanaan ini ialah berapa kalikah dalam satu tahun kita harus mengadakan evaluasi

Untuk mengambil keputusan mengenai soal tersebut pertimbangan yang harus kita utamakan ialah kelengkapan gambaran tentang pertumbuhan para siswa dalam kecakapan yang kita ajarkan. Artinya jumlah yang akan kita tetapkan mengenai evaluasi yang akan kita adakan dalam jangka waktu satu tahun itu kita hubungkan dengan tujuan memperoleh gambaran yang lengkap mengenai kemajuan yang akan dicapai oleh para siswa selama jangka waktu setahun itu pula. Kalau pertumbuhan yang akan dicapai oleh para siswa kita tadi dapat kita bayangkan sebagai suatu pertumbuhan yang terdiri dari empat fase misalnya, maka ada baiknya untuk mengadakan empat kali evaluasi selama jangka waktu satu tahun tadi.

Ini merupakan soal praktis yang banyak sedikitnya biasanya selalu diketahui oleh setiap pengajar. Dengan merenungkan sedikit sifat materi yang kita ajarkan biasanya kita akan dapat membangunkan gambaran semacam itu.

2.      Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang keadaan obyek dengan menggunakan alat yang telah diuji cobakan. Untuk mengumpulkan data dapat menggunakan metode tes tulis, tes lisan, dan tes tindakan yang akan dibicarakan tersendiri. (M. Chabib Thoha, 1996:18-19).

Langkah-langkah pengumpulan data:

  1. Menentukan data apa saja yang kita butuhkan untuk melakukan tugas evaluasi yang kita hadapi dengan baik, penentuan data yang harus dikumpulkan untuk keperluan tugas evaluasi ini berhubungan erat dengan rumusan tentang tugas kita dalam suatu usaha pendidikan. Rumusan tentang tugas kita sebagai seorang pengajar dalam suatu usaha pendidikan menghasilkan suatu ketentuan-ketentuan tentang tujuan yang harus kita capai dengan materi yang kita ajarkan. Adapun rumusan tentang tujuan yang harus kita capai untuk menentukan aspek-aspek manakah dari seluruh pertumbuhan seorang anak, maupun sekelompok siswa terutama harus kita perhatikan dan manakah serta sampai ke tarap manakah pertumbuhan aspek-aspek ini kita arahkan.
  2. Menentukan cara-cara yang harus kita tempuh untuk memperoleh setiap jenis data yang kita butuhkan. Adapun dalam pemilihan cara yang akan kita tempuh untuk memperoleh suatu data biasanya ditentukan oleh teori atau pandangan yang kita atur secara standar atau tidak.
  3. Pemilihan alat yang akan kita pergunakan dalam pengumpulan data.  Biasanya pengetahuan mengenai alat-alat yang telah tersedia akan merupakan suatu pegangan yang sangat berguna dalam pengumpulan data. ( Daryanto, 1999: 132-144)

3.      Persifikasi Data

Penelitian data atau verifikasi data maksudnya ialah untuk memisahkan data yang “baik” yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan kita peroleh mengenai individu atau sekelompok individu yang sedang kita evaluasi, dari data yang kurang baik yang hanya akan merusak atau mengaburkan gambaran yang akan kita peroleh apabila turut kita olah juga.( (http://jackbana.blogspot.com/ diakses pada tanggal 21 desember 2009).

Pada langkah ini data yang terutama membutuhkan verifikasi ialah data yang kita terima dari pihak lain mengenai orang yang sedang dievaluasi jadi bukan data yang kita peroleh sebagai hasil observasi kita sendiri tehadap orang sedang dievaluasi tadi. Pernyataan ini tentu saja tidak berarti bahwa setiap data yang kita kumpulkan sendiri dapat dianggap sebagai data yang sudah pasti terjamin “kebaikannya”. Tentu saja kemungkinan selalu ada bahwa data yang kita peroleh sebagai hasil dari pemeriksaan langsung terhadap orang yang dievaluasi yang kita sebut data yang berasal dari sumber pertama mengandung pula keasalahan-kesalahan. Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan masuknya data yang mengandung kesalahan-kesalahan ini.

Tetapi oleh karena itu selalu menyadari baik-buruknya setiap data yang kita pergunakan untuk memperoleh data lengsung dari otak yang bersangkutan tadi, karena dalam evalasi yang baik, kita selalu berusaha untuk hanya mempergunakan alat-alat yang sebaik-baiknya yang tersedia bagi kita. Oleh karena kita telah mempergunakan cara-cara pencatatan yang baik biasanya dengan telah dilakukannya berbagai langkah pencegahan semacam ini kita pun dapat merasa cukup pasti “akan kebaikan” atau “kebersihan” data yang langsung kita peroleh dari sumber pertama tadi.

Tetapi tidaklah demikian halnya dengan data yang kita peroleh dari sumber kedua atau sumber ketiga, yaitu data yang kita peroleh tentang seseorang atau sekelompok orang melalui orang lain yang langsung mengenai orang yang kita evaluai tadi. Dalam hal semacam ini banyaklah hal yang tidak kita ketahui tentang kebaikan atau kebenaran data yang diberikan kepada kita.

Dari uraian diatas dapat diduga bahwa panjang-pendeknya suatu langkah penelitian terhadap sekumpulan data ditentukan oleh berbagai faktor. Ada kalanya proses penelitian itu berlangsung sebentar saja.

4.      Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk menjadikan data lebih bermakna, sehingga dengan data itu orang dapat memperoleh beberapa gambaran yang lebih lengkap tentang keadaan peserta didik. (http://ahmadfaisal2.blogspot.com diakses pada tanggal 21 desember 2009)

Jadi hal ini berarti bahwa tanpa kita olah, dan diatur lebih dulu data itu sebenarnya tidak dapat menceritakan suatu apa pun kepada kita. Makna yang sebenar-benarnya baru akan kita peroleh keterangan-keterangan yang datang dari berbagai pihak kita adakan pengolahan dalam pengolahan dalam arti kata kita gabungkan, kita satu-satukan yang akan kita anyam seolah-olah kita kombinasikan barulah akan kita peroleh gambaran data tersebut yang akan kita ketahui maknanya.

Fungsi pengolahan data yang telah disajikan hingga sekarang ini, jelaslah fungsi pengolahan data dalam proses evaluasi yang perlu disadari benar-benar pada taraf pembicaraan sekarang ini ialah bahwa untuk memperoleh gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang diri orang yang sedang dievaluasikan, langkah pengolahan data ini merupakan keharusan.

5.      Penafsiran Data

Langkaah ini merupakan verbalisasi atau pemberian makna dari data yang telah diolah, sehingga tidak akan terjadi penafsiran yang overstatement maupun penafsiran understatement. (M. Chabib Thoha, 1996:18-19).

Kalau kita perhatikan segenap uraian yang telah disajikan mengenai langkah data tadi akan segera tampak bahwa memisahkan langkah penafsiran dari langkah pengolahan sebenarnya merupakan suatu pemisahan yang terlalu dibuat-buat. Memang dalam praktek kedua langkah ini tidak dipisah-pisahkan kalau kita melakukan suatu pengolahan terhadap sekumpulan data, dengan sendirinya kita akan memperoleh “tafsir” makna data yang kita hadapi. Sering terasa pada kita bahwa sesuatu telah terumuskan dengan jelas dalam pikiran kita tetapi kita tidak berhasil juga menemukan kata-kata yang dapat untuk isi pikiran tadi. Dalam situasi-situasi tertentu sering kita dapat lari ke suatu bahasa asing yang telah berhasil menciptakan lambang atau kata, terutama itu untuk isi pikiran semacam itu tetapi dalam situasi yang lain lagi berbahasa maupun kita hendak melarikan diri tetapi tidak dapat kita temukan kata-kata yang tepat. Dalam situasi yang terakhir ini kita mendapatkan diri kita dalam suatu keadaan oleh pikiran yang tertekan. Kalau hal yang tak terkatakan tadi sering muncul dalam pikiran kita, kita pun akan berusaha sekeras-kerasnya untuk menemukankata yang tepat dan lahirlah sebagai hasil usaha semacam itu “kata-kata baru” istillah-istillah baru.

Introduksi di atas disajikan di sini untuk sekedar meminta perhatian pembaca terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi dalam rumusan tafsiran yang dapat diberikan terhadap sekumpulan data yang telah diolah.

6.      Langkah Meningkatkan Daya Serap Peserta Didik

Hasil pengukuran memiki fungsi utama untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik. Hasil pengukuran secara umum dapat dikatakan bisa membantu, memperjelas tujuan intruksional, menentukan kebutuhan pesertra didik, dan menentukan keberhasilan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran. Perhatikan uraian berikut ini.( Daryanto, 1999:162).

  1. Memperjelas tujuan intruksional

Penyebutan tujuan intruksional yang rinci tidak selalu membawa hasil yang positif. Ada kalanya rincian ini membawa dampak yang kurang positif. Ada kalanya rincian ini membawa dampak yang kurang baik antara lain dapat menjemukan peserta didik, terlebih-lebih mereka yang kurang atau lambat, bisa menimbulkan ketegangan. Kedua, peserta didik menganggap untuk menghadapi ujian hanya tujuan intruksional inilah yang harus dipersiapkan, bukan semua pelajaran yang diperoleh selama ini. Ketiga, rincian intruksional dapat mematikankemungkinan untuk mengembangkan tujuan tersebut dalam proses pembelajaran. Padahal, dalam pembelajaran tujuan intruksional harus dikaitkan dengan berbagai metode yang memungkinkan tujuan tersebut mendalami materi dan meningkatkan kualitas proses berpikir, penanaman nilai dan keterampilannya. Inilah sebabnya dalam satuan pelajaran tidak perlu ditusemua tujuan intruksional yang ini dikembangkan tetapidipilih yang pokok dan yang penting saja.

  1. Penilaian awal yang menentukan kebutuhan peserta didik

Penilaian awal ini bentuknya dapat dengan mempelajari catatan kemajuan dari sekolah asal, sebelum peserta didik mengikuti program yang dikembangkan dan atau melalui tes awal (pre-test) yang dikembangkan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta tentang materi yang akan diberikan.. (http://jackbana.blogspot.com/ diakses pada tanggal 21 desember 2009).

Tes awal dapat digunakan sebagai pelengkap atas catatan kemajuan yang diterima oleh sekolah, atau satu-satunya sumber yang dapat digunakan untuk merancang program yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.

Hasil tes awal berfungsi untuk: ( Daryanto, 1999:164)

  • Menentukan kesiapan peserta
  • Menentukan bagian-bagian mana dari program yang telah dikuasai
  • Menentukan efektifitas program setelah dilaksanakan terakhir, yaitu perbedaan skor awal dan akhir.
  • Mendapatkan informasi yanngg dapat digunakan untuk menata program sesuai dengan peserta.
  1. Memonitor kemajuan peserta didik

Monitoring kemajuan peserta didik selama proses pembelajaran bertujuan untuk mengarahkan peserta didik pada jalur yang membawa hasil-hasil belajar yang maksimal.monitoring dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus menerus.

 7.      Laporan hasil penelitian

Pada akhir penggal waktu proses pembelajaran, antara lain akhir catur wulan, akhir semester, akhir tahun ajaran, akhir jenjang persekolahan diperlukan suatu laporan kemajuan peserta didik, yang selanjutnya merupakan laporan kemajuan sekolah. Laporan ini akan memberikan bukti sejauh mana tujuan pendidikan yang diharapkan oleh anggota masyarakat khususnya orang tua peserta didik dapat tercapai.

a. Laporan kemajuan umum

Informasi tersebut terbuka untuk siapa saja yang berminat dengan sasaran utamanya adalah orang tua, anak didik dan masyarakat di sekitar sekolah.

b. Laporan kemajuan khusus

Disampaikan hanya pada orang tua dan peserta didik, karena laporan ini banyak menyangkut masalah pribadi yang tabu untuk diketahui oleh orang lain.

D.    PENUTUP

Kesimpulan

Sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwasannya langkah-langkah pokok dalam melakukan evaluasi pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Langkah perencanaan dan perumusan kriterium

2. Langkah pengumpulan data.

3. Langkah persifikasi data atau penelitian data

4. Langkah pengolaan data.

5. Langkah penafsiran data.

 

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto.1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

http://ahmadfaisal2.blogspot.com/2009_06_01_archive.html diakses pada ttanggal 21 Desember 2009

http://jackbana.blogspot.com/ diakses pada tanggal 21 desember 2009

M. Chabib Thoha. 1996. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN

I.                   PENDAHULUAN

Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga pengaruh lingkungan akan turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik ataupun buruknya lingkungan akan menjadi referensi bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan. Disini mengandung pengertian bahwa sifat bawaan seseorang tersebut memerlukan sarana untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mencapai hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal ataupun non formal sekalipun. Terlebih sebagai umat islam maka pendidikan islam tentu menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat.

Ali Ashraf mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan  kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya membukakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.[1]

Meskpun para ahli masih belum memiliki kesepakatan tentang asal usul jiwa keagamaan pada manusia, namun pada umumnya mereka mengakui peran pendidikan dalam menanamkan rasa dan sikap keberagaman pada manusia. Dengan kata lain, pendidikan dinilai, memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan pada seseorang anak. Kemudian melalui pendidikan pulalah dilakukan pembentukan keagamaan tersebut.

Dari tulisan di atas, pemakalah akan membahas tentang Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan.

 II.                PERMASALAHAN

    1. Pendidikan Agama dalam Pendidikan Islam
    2. Pengaruh  Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan

III.             PEMBAHASAN

 A.    Pendidikan Agama dalam Pendidikan Islam

Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.

Menurut Quraish Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an, untuk bertaqwa kepada-Nya[2]. Dengan demikian pendidikan harus mampu membina, mengarahkan dan melatih potensi jasmani, jiwa, akal dan fisik manusia seoptimal mungkin agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.

Pendidikan agama memang mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia, oleh karena itu pendidikan agama islam adalah sebuah upaya nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada perkembangan rasa agama. Umat islam akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa agama itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan; rasa bertuhan ini meliputi merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa rindu, rasa kagum dan lain-lain. Kedua yaitu rasa taat; rasa taat ini meliputi ada rasa ingin mengarahkan diri pada kehendak-Nya dan ada rasa ingin mengikuti aturan-aturan-Nya.

Pendidikan agama adalah bentuk pendidikan nilai, karena itu maksimal dan tidaknya pendidikan agama tergantung dari faktor yang dapat memotivasi untuk memahami nilai agama. Semakin suasana pendidikan agama membuat betah maka perkembangan jiwa keagamaan akan dapat tumbuh dengan optimal. Jiwa keagamaan ini akan tumbuh bersama dengan suasana lingkungan sekitarnya. Apabila jiwa keagamaan telah tumbuh maka akan terbentuk sikap keagamaan yang termanifestasikan dalam kehidupan sehari-harinya.

B.     Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan

a.      Pendidikan Keluarga

Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari keluarga. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam usia bayi sampai usia sekolah keluarga mempunyai peran yang dominan dalam menumbuhkembangkan rasa keagamaan dalam seorang anak.

Potensi religiositas seorang anak akan dapat berkembang baik karena adanya sentuhan dari orang tua. Melalui sentuhan orang tua ini potensi keagmaan tersebut berkembang dengan baik karena adanya pengarahan yang baik pula.

Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dalam proses perkembangan rasa agama setiap individu. Kedekatan orang tua dengan anaknya menjadikan orang tua sebagai a significant person bagi anaknya. Semua perilaku keagamaan orang tua terserap oleh anak menjadi bahan identifikasi diri anak terhadap orang tuanya. Maka terjadilah proses imitasi perilaku, karena sekedar peniruan saja atau didiringi oleh keinginan untuk menjadi seperti orang tuanya. Karena proses imitasi yang terus menerus maka perilaku keagamaan orang tua terinternalisasi dalam diri anak dan mengkristal menjadi kata hati [3].

b.      Pendidikan Kelembagaan

Di masyarakat primitive lembaga pendidikan secara khusus tidak ada. Anak-anak umumya dididik di lingkungan keluarga dan masyarakat lingkungannya. Pendidikan secara kaelembagaan memang belum diperlukan, karena variasi profesi dalam kehidupan belum ada. Jika anak dilahirkan di lingkungan keluarga tani, maka dapt dipastikan ia akan menjadi petani seperti orang tuan dan masyarakat lingkungannya. Demikian pula anak seorang nelayan, ataupun anak masyarakat pemburu.[4]

Sesuai dengan peran dan fungsinya, lembaga pendidikan merupakan jenjang setelah pendidikan keluarga. Lembaga pendidikan agama mempunyai peran yang sangat efektif dalam perkembangan rasa keagamaan seeorang. Usia anak yang beranjak dewasa dibarengi rasa keingintahuan yang menggebu menjadi pintu bagi penanaman nilai-nilai keagamaan.

Pihak-pihak yang terkait dengan sekolah seperti guru dan kepala sekolah mempunyai tugas yang yang berat dalam rangka mengembangkan rasa keagamaan tersebut. Segala macam kurikulum, sistem belajar, metode, pendekatan dan sebagainya harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkkan dalam rangka penanaman rasa keagamaan. Rasa keagamaan yang dikembangkan dalam sebuah pendidikan agama akan berujung pada perubahan sikap menerima nilai-nilai agama.

Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima ke menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman, dan ketiga adanya penerimaan. Dengan demikian pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak angat tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertma, pendidikan yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat Bantu ynag memungkinkan anak-anak memberikan perhatiaanya. Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hafalan semata. Ketiga, peneimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat tergantung dengan hub ungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua cirri ini akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.

c.       Pendidikan di Masyarakat

Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi pendidikan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka.

Masyarakat bisa menjadi wahana pembelajaran yang sangat luas bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa keagamaan. Secara nilai dan keilmuan manusia berkembang terus-menerus, oleh karena itu pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan merupakan bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis.

 PENUTUP

Kesimpulan

  1. Pendidikan agama dalam pendidikan islam sangatlah penting sekali, sebab dengan adanya pendidikan agama, manusia akan lebih dekat dengan Tuhan, dan keimanan mereka akan semakin kuat.
  2. Pendidikan sangatlah  berpengaruh terhadap jiwa keagamaan seseorang, khususnya dalam pembentukan pribadi atau pembentukan watak. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik tingkat kecerdasan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah yang maha esa. oleh karena itu pengaruh pendidikan terhadap jiwa keagamaan sangatlah penting untuk diketahui guna untuk menanamkan rasa keagamaan pada seorang anak didik. Diantara pengaruhnya adalah :
    1. Pendidikan Keluarga
    2. Pendidikan Kelembagaan
    3. Pendidikan di masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

 

Ausubel, D.P.  1969. Theory and Problem of Child Development. New York: Grune and Stone Inc.

Ashraf,  Ali. 1993. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. cet. Ke-3.

Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.

Jalaludin. 2004. Psikologi Agama.  Jakarta: rajawali Pers. Edisi revisi 2004

Shihab, Quraish . 1992. Membumikan al Qur`an. Bandung: Mizan. cet. Ke-2,


[1] Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), cet. Ke-3, Hal. 2

[2] Quraish Shihab, Membumikan al Qur`an, (Bandung: Mizan, 1992)S, cet. Ke-2, Hal. 173

[3] D.P. Ausubel, Theory and Problem of Child Development (New York: Grune and Stone Inc., 1969). Hal. 381  Lihat juga pada A.L. Baldwin, Theories of Child Development (New York: John Wiley & Sons, 1967). Hal. 459

[4] Prof.Dr.H Jalaludin. Psikologi Agama,  (Jakarta: rajawali Pers, 2004),edisi revisi 2004, hal. 222-223

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can alway preview any post or edit you before you share it to the world.
Dipublikasi di Uncategorized | 1 Komentar